hujan

top

SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA

ngiklan yuk

Hijau

“Saatnya tahu isi hati”

Itu yang sekarang ada dalam otakku. Kata orang, hati adalah dasar atau ujung dari pribadi tiap manusia yang mau disebut. Bila ia sudah punya hati, maka nurani akan menari. Padahal sebenarnya aku sendiri tak tahu apa maksudnya?

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (Al-Alaq ayat 2)” Tuh, sampai Al-Quranpun berkola alias berkata. Manusia dari segumpal darah, bukankah hati adalah segumpal darah? Jadi kalau hatinya baik, manusianya juga baik, begitupun sebaliknya. Setuju? Hanya nurani nan bijak yang bisa menjawab.

Terus terang aku masih terlalu kecil untuk berpendapat, apalagi untuk berfilsafat. Tidak mungkin hanya. Aku sudah mencapai angka 17 dalam umurku, lalu dengan mudah bisa memasuki dunia filsafah yang kebanyakan diisi oleh kaum lansia. Uh, rugi dong. Masa diriku yang masih hijau ini, harus menjadi tua dalam seketika.

Sekarang umurku baru 10 tahun, kata Bunda aku harus sabar di atas kursi roda sampai umur 20 tahun karena kakiku agak berbeda dari yang lain. Tidak terlihat, tapi dapat kurasakan sakitnya. Kanker tulang yang kuderita, mengharuskan aku duduk manis di atas kursi rodaku ini. Teman setia sekaligus penolongku.

Usai sekolah, aku segera pulang dan langsung istirahat. Si ‘kurso’ menjagaku di samping tempat tidur. Bila aku sedang melukis, Kurso memberi banyak inspirsi. Yah..karena yang kulukis selalu kursi roda dengan beranekaragam corak dan warna. Walau bagaimanapun aku berusaha mempercantik lukisan ‘kursoku’, tetap saja ia benda mati. Anehnya, ‘kurso’ selalu hidup dalam hatiku.

“Rani, jusnya sudah diminum atau belum?” panggil Bunda ditengah lamunanku yang belum usai. Tak urung, lamunanku memang tidak pernah usai sampi ajal menyapa.

“Ya Bun, sudah kuhabiskan dari tadi. Kerongkonganku sudah gersang sampai sulit untuk berkicau.” Jawabku sekenanya.

“Anakku ini makin hari pintar merangkai kata. Bagaimana lukisanmu?”

Rani diam, masih berbaring dengan lemah.

“Tumben gak ada komentar? Ada yang salah nak?

NO. No matter.

“Bunda merasa tetap ada yang lain. Tapi..itupun kalau Rani mau cerita sama Bunda.”

Masih hening, Rani diam seribu bahasa. Terlihat jelas Bunda berusah keras mencairkan suasana. Menggali informasi yang mungkin bisa didapat.

“Hei lihat, kursonya knapa kamu kasih warna hijau?” Tanya Bunda setelah 10 menit terdiam.

“Hijau itu subur. Menurut cerita melambangkan surga, karena didalamnya banyak kesejukan dan kenyamanan. Disitu aku juga melukis matahari hijau.” Ujarku sekenanya.

Bunda membalas dengan senyuman. “Makan yuk nak!”

“Iya Bun.”

Megapa hijau? Sebenarnya aku sendiri juga tidak tahu. Saat melukis, warna itulah yang muncul dalam benakku. Orang bilang warna hijau adalah lambang surga, tapi orang yang mana aku sendiri tidak tahu. Yang jelas, aku mengiginkan surga.

-00-

Masih, aku meratapi nasib dengan penyakit ganas yang kuderita ini. Prediksi dokter, umurku hanya mencapai 20 tahun. Itupun kalau benar, karena yang menentukan hanya Allah bukan dokter. Sejak saat itu aku hanya bisa menangis lewat senyuman.

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" . Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-Baqoroh 155-157)

Berita gembira telah sampai ditelingku. Masihkah aku harus bersedih? Pantaskah? Bukankah Allah meninggikan derjad orang yang mampu bersabar. Entahlah, aku masih terlalu dini untuk diajak dewasa. Apalagi dipksa untuk mengerti isi Al-Quran, yang tua saja belum tentu dapat paham dengan baik. Kalimat dalam Al-Quran memang mudah untuk dibaca, namun sulit untuk dimengerti apalagi untuk diterapkan dalam kehidupan. Wallahu a’lam.

“Kunci orang sakit adalah bahagia Nak. Sesakit apapun kamu sekarang, hiburlah hatimu dengan keikhlasan. Ingat, bekal untuk ke surga sangat sulit. Kamu harus mampu melewati ujian ini untuk sampai kesana.”

Aku belajar dewasa dari Bunda, ia mengjriku lewat lisan. Mencontohi lewat perangai, memberi kasih sayang lewat perhatian. Bunda juga sigle parent yang cantik dan menarik. Banyak rekan kerjanya yang mengantri untuk diseleksi. Tak banyak dari mereka yang bisa memikat hatiku, kecuali Om Renaldi. Atasan Bunda yang paling muda. Maklum, Bunda hanya staf marketing biasa.

Aku sangat sayang pada Om Rei, tapi sepertinya ia kurang tepat untuk Bunda. Selain Om Rei lebih muda, ia juga sepertinya hnya saying padaku bukn pada Bunda. Aku tahu Om Rei adalah orang tak tegaan, karena itu ia iba padaku. Ia pernah cerita padaku bahwa ia suka pada wanita dewasa yang muda, intelek, manis, selalu bias membuat ceria dan yang terpenting adalah mau menerimanya apa adanya karena sejak kecil ia sudah yatim piatu yang besar di sebuah panti.

Bila dirata-rata, Bunda masuk dalam kriteria Om Renaldi kecuali satu kata. Muda. Itulah yang sedang aku pikirkan. Andai umur Om Rei 40 th atau 50 th, tentu tidak akan repot lagi. Faktanya Om Rei 25 th, Bunda 42 th. Gimana?

-00-

Langit biru cerah dengan awan putih deselingi cercah cahaya dari sang surya. Memantul hijau di kolam penuh lumut dibelakang rumah. Banyak orang berdatangan ditengah parahku. Seperti pesta duka yang sebentar lagi akan terlaksana. Banyak orang berdatangan ditengah parahku. Gaun hijau kupakai bersama kurso, entah pantas atau tidak. I don’t care.

Sepasang kilau perak memantul damai. Pernikahan sacral tlah usai. Tiba saat menghabiskan sesajian bekal dari kedua mempelai. Seyum kuadrat Nampak cantik dibibir Bunda. Tapi tidak kulihat itu sedih atau bahgia, aku hanya bias merasakan lega melihat ini semua. Ia mempunyai keluarga baru bersama Om Rei. Aku sekarat.

Langit mendung tiba-tiba. Gerimis perlahan datang ditemani hembusan angina dingin yang merasuk ke pori kulit ari. Cahaya itu dating. Aku harus pulang. Umurku belum 20 th, masih kurang 9 tahun dari prediksi. Allah berkehendak lain. Kunfayakun. Tak ada yang tak mungkin. Buah sabar itu mahal. Aku terjatuh dalam gerimis dirumput hijau orang tuaku. Mereka berduka dalam cahaya samar diangkasa. Surga. Semoga kelak kita bertemu disana. Amin.

-sekian-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar